Pengguna atau korban narkoba tidak akan dikriminalkan lagi saat ditangkap petugas. Tempat mereka bukan di rumah tahanan, melainkan di panti rehabilitasi. Untuk merealisasikan hal itu, kini kalangan penegak hukum membuat petunjuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Demikian penjelasan Sekretaris Badan Narkotika Nasional (BNN) Bambang Abimanyu seusai menghadiri Forum Komunikasi Bakohumas dalam rangka sosialisasi UU Nomor 35.
Berdasarkan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pencandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba wajib menjalani proses rehabilitasi sosial dan medis. Amanat dari undang-undang agar pencandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba direhabilitasi diperkuat dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 7 April 2010.
”Beberapa waktu lalu, petugas menangkap seorang artis. BNN berjuang agar dia direhabilitasi. Jangan dikriminalkan. Misalnya, kalau nanti dia diganjar hukuman sembilan bulan, bentuk hukumannya di panti rehabilitasi, bukan di lapas (lembaga pemasyarakatan),” ujar Bambang.
Dia mengatakan, kini Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung (MA), serta Kementerian Hukum dan HAM sedang membuat cara untuk menangani pengguna atau korban narkoba saat dan setelah ditangkap.
Lebih manusiawi
”Bunyi UU-nya menyebutkan agar para pengguna atau korban narkoba ditangani lebih manusiawi. Sebaliknya, bagi para bandar, hukumannya jauh lebih keras dibandingkan UU Narkoba sebelumnya,” kata Bambang.
Sekarang ini ancaman hukuman dalam UU Narkoba di Indonesia tergolong paling berat di Asia. Akan tetapi, di sisi lain, lebih manusiawi. Contohnya, narkoba golongan dua di UU yang lama, kini masuk kategori golongan satu. Jadi, mereka yang menjadi bandar dan tertangkap akan diganjar dengan hukuman maksimal hukuman mati.
Sebelumnya, Ny Ani Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, di lapangan, polisi belum membedakan antara korban atau pengguna dan bandar narkoba. Pembedaan penanganan antara korban dan tersangka baru dilakukan setelah ada keputusan pengadilan.
Untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan wewenang petugas yang menangkap sekaligus mempercepat proses rehabilitasi korban, BNN mengusulkan adanya pengadilan cepat di lapangan mirip pengadilan tindak pidana ringan (tipiring).
Kepala Bagian Hukum BNN Arnowo mengatakan, pengadilan tipiring itu untuk mengadili mereka yang tertangkap membawa narkoba dalam jumlah kecil. Hal itu seperti disebutkan surat edaran MA tentang menempatkan pemakai narkoba ke dalam panti terapi dan rehabilitasi. Kepala Bagian Hukum Biro Umum BNN Sumirat Dwianto mengakui, petunjuk pelaksanaan UU Nomor 35 baru pada tingkat hakim.
Berdasarkan catatan BNN, pada 2005 ada 22.780 tersangka dalam 16.252 kasus narkoba. Tahun lalu, jumlahnya menjadi 30.070 tersangka dalam 30.668 kasus.
source from : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/17/03292572/korban.tidak.dikriminalkan.lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar